Suatu saat nanti pasti akan terbukti bahwa seonggok sampah bisa menjadi segunung emas..
Pasti..
Kamis, 15 November 2012
Kamis, 25 Oktober 2012
MIKROORGANISME DALAM SUSU
Mikroorganisme adalah sebuah organisme
kehidupan yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Ukuran yang
digunakan untuk mikroorganisme adalah mikrometer (µ m); 1 µ m = 0.001
milimeter; 1 nanometer (nm) = 0.001 µ m.
Mikroorganisme
dapat dibagi menjadi beberapa kelas, diantaranya adalah bakteri, fungi dan virus.
Susu,
ketika di sekresi di dalam ambing ternak berada dalam keadaan yang steril.
Namun ketika dalam perjalanan dari ambing menuju puting, bahkan sebelum susu
keluar dari puting, susu sudah terkontaminasi oleh sedikit bakteri yang tinggal
di dalam puting (apalagi jika puting tersebut kurang diperhatikan
kebersihannya).
Walaupun
demikian kontaminasi pada tahap ini boleh dibilang sangat sedikit dan masih
terbilang aman, terkecuali apabila sapi menderita penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti Mastitis.
Oleh
sebab itu, mikroorganisme dan kontaminasinya memiliki peran yang sangat penting
dalam proses pembuatan dan pengolahan susu.
Pertumbuhan Mikroorganisme
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan daya hidup dan
pertumbuhan dari mikroorganisme pada sebuah bahan makanan (faktor intrinsik),
diantaranya adalah:
1.
kandungan nutrisi
2.
kandungan air
3.
derajat keasaman (pH)
4.
kandungan oksigen
5.
struktur biologi
6.
kandungan antimikrobial
Sedangkan faktor ekstrinsik yang berpengaruh terutama yang
berkaitan dengan lingkungan tempat bahan makanan tersebut disimpan, yaitu :
1. Suhu
2. Kelembaban relative
3. Kandungan gas yang ada disekitar bahan makanan.
Dalam sebuah kelompok, mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran
temperatur yang cukup luas. Namun jumlah dan jenisnya sangat berkaitan dengan
suhu lingkungan dimana dia berada. Secara umum, menurut suhu, mikroorganisme
dapat dibedakan menjadi 4 jenis utama:
·
Mikroorganisme Psycrophillic (tumbuh
optimum pada suhu antara 20 to 30°C)
·
Mikroorganisme Mesophillic (tumbuh
optimum pada suhu 30 to 40°C)
·
Mikroorganisme Thermophillic (tumbuh
optimum pada suhu 55 and 65° C.
·
Mikroorganisme Hyperthermophillic(yang hidup dengan baik pada suhu sangat tinggi sampai 110 ° C,
bahkan dalam percobaan, ada yang tahan pada suhu 130° C selama 2 jam).
Mikroorganisme dalam Susu
Seperti telah disinggung diatas, susu berada dalam kondisi
steril ketika di sekresi di dalam ambing, namun dalam perjalanan menuju puting,
susu dapat terkontaminasi berbagai macam mikroorganisme. Apa saja
mikroorganisme tersebut ?
Bakteri
Asam Laktat (BAL),
tidak berlebihan kiranya bila bakteri dalam genus ini disebut sebagai salah
satu bakteri terpenting (yang sudah diketahui tentunya) dalam kehidupan
manusia.
Lactic
acid bacteria termasuk
bakteri gram positif fakultatif dan secara umum tidak berbahaya, bahkan
dibutuhkan oleh manusia dan hewan. BAL banyak ditemukan di sekeliling kita,
sebagai contoh, BAL banyak ditemukan di sekitar vagina dan di dalam usus halus.
BAL sangat berperan dalam membantu proses pencernaan kita. Kalau anda ingat
minuman kesehatan Yakult, BAL
inilah yang juga berperan dalam aspek kesehatan dari minuman tersebut selain kandungan
mineral dan nutrisi lainnya. BAL mampu memproses karbohidrat dalam susu yang
disebut laktosa menjadi asam laktat. Mereka secara natural ada didalam susu
(murni) dan secara luas digunakan sebagai kultur starter dalam
produksi berbagai macam produk olahan fermentasi susu.
Bakteri Coliform,
coliform adalah mikroorganisme yang berbentuk batang (rod) dan memiliki
gram negatif. Coliform memiliki sifat fakultative anaerob. Artinya bakteri ini
normalnya dalam pernafasan aerobik memproduksi ATP (Adenosine Triphosphate,
sebuah monomer yang berfungsi sebagai media transportasi energi kimia antar sel
dalam makhluk hidup) apabila dalam lingkungannya tersedia oksigen. Apabila
oksigen tidak tersedia, organisme ini dapat berubah menjadi pemproduksi asam
laktat dan alkohol atau yang dikenal dengan nama fermentasi.
Coliform
aktif tumbuh pada suhu sekitar 37° C. Organisme ini dapat menyebabkan
pembusukan yang cepat pada susu karena mampu melakukan fermentasi pada laktosa
pada suhu sekitar 35° C dan sekaligus juga memproduksi asam dan gas. Selain itu
mereka juga mampu mendegradasi protein pada susu.
Coliform
adalah organisme indikator. Artinya, kehadiran organisme ini sering
diasosiasikan dengan organisme patogen, tapi tidak berarti bahwa coliform ini
dengan sendirinya adalah patogen. Kehadiran coliform merupakan indikator yang
baik bahwa sesuatu itu telah terkena kontaminasi.
Coliform
dapat dimatikan dengan proses yang disebut HTST (High Temperature, Short
Time) pada 72°C selama 16 detik.
Escherichia
coli (E-coli)
merupakan salah satu anggota dari kelompok coliform dan dapat melakukan
fermentasi gula susu (laktosa) pada suhu 44°C.
Mikroorganisme Perusak pada Susu
Kualitas
mikrobial dalam susu segar sangat penting bagi penilaian dan produksi produk
susu yang berkualitas. Susu dapat disebut telah rusak apabila terdapat gangguan
dalam tekstur, warna, bau dan rasa pada kondisi dimana susu tersebut sudah
tidak patut lagi dikonsumsi oleh manusia. Kerusakan yang disebabkan oleh
mikroorganisme dalam makanan sering melibatkan degradasi dari zat zat nutrisi
seperti protein, karbohidrat dan lemak, baik oleh mikroorganisme itu sendiri
maupun enzim yang diproduksinya.
Secara
umum pada susu mikroorganisme yang berperan dalam hal ini adalah organisme
psikotrof. Meskipun kebanyakan dari kelompok ini dapat dihancurkan pada
temperatur pasteurisasi, sayangnya, beberapa jenis sepertiPseudomonas
fluorescens dan Pseudomonas fragi dapat memproduksi
proteolitik dan lipolitik enzim yang stabil pada suhu tinggi dan dapat
menyebabkan kerusakan.
Beberapa spesies dan keturunan dari Bacillus, Clostridium, Cornebacterium,Arthrobacter, Lactobacillus, Microbacterium, Micrococcus ,
danStreptococcus dapat bertahan pada temperatur pasteurisasi dan
sekaligus mampu tumbuh pada suhu dalam ruang pendingin yang pada akhirnya dapat
menyebabkan masalah kerusakan dan pembusukan pada bahan makanan terutama susu.
Mikroorganisme Patogen pada Susu
Beberapa bakteri patogen dalam susu segar dan produk susu yang
masih menjadi perhatian saat ini antara lain:
•
Bacillus cereus
•
Listeria monocytogenes
•
Yersinia enterocolitica
•
Salmonella spp.
•
Escherichia coli O157:H7
•
Campylobacter jejuni
Perlu diungkapkan juga disini bahwa beberapa jenis jamur,
kebanyakan dari spesies Aspergillus, Fusarium,
dan Penicillium dapat tumbuh dalam media susu dan produk susu
lainnya. Apabila kondisinya memungkinkan, organisme ini dapat memproduksi
zat mycotoxin yang dapat berbahaya bagi kesehatan.
SIFAT FISIK DAN KIMIA SUSU
SIFAT FISIKO-KIMIA SUSU
·
SIFAT KIMIA SUSU :
Potensial ion hydrogen (pH) susu segar
terletak antara 6.5 – 6.7. Keasaman dan pH Susu : susu segar mempunyai sifat
ampoter, artinya dapat bersifat asam dan basa sekaligus. Jika diberi kertas
lakmus biru, maka warnanya akan menjadi merah, sebaliknya jika diberi kertas
lakmus merah warnanya akan berubah menjadi biru. Bila nilai pH air susu lebih
tinggi dari 6,7 biasanya diartikan terkena mastitis dan bila pH dibawah 6,5
menunjukkan adanya kolostrum ataupun pemburukan bakteri.
·
SIFAT FISIK AIR SUSU :
1.
Warna air susu :
Warna
air susu dapat berubah dari satu warna kewarna yang lain, tergantung dari
bangsa ternak, jenis pakan, jumlah lemak, bahan padat dan bahan pembentuk
warna. Warna air susu berkisar dari putih kebiruan hingga kuning keemasan.
Warna putih dari susu merupakan hasil dispersi dari refleksi cahaya oleh
globula lemak dan partikel koloidal dari casein dan calsium phosphat. Warna
kuning adalah karena lemak dan caroten yang dapat larut. Bila lemak diambil dari
susu maka susu akan menunjukkan warna kebiruan.
2.
Rasa dan bau susu :
Kedua komponen ini erat sekali hubungannya dalam menentukan
kualitas air susu. Air susu terasa sedikit manis, yang disebabkan oleh laktosa,
sedangkan rasa asin berasal dari klorida, sitrat dan garam-garam mineral
lainnya.
Bau air susu mudah berubah dari bau yang sedap menjadi bau yang
tidak sedap. Bau ini dipengaruhi oleh sifat lemak air susu yang mudah menyerap
bau disekitarnya. Demikian juga bahan pakan ternak sapi dapat merubah bau air
susu.
3. Berat
jenis air susu :
Air susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air. BJ
air susu = 1.027-1.035 dengan rata-rata 1.031. Akan tetapi menurut codex susu,
BJ air susu adalah 1.028. Codex susu adalah suatu daftar satuan yang harus
dipenuhi air susu sebagai bahan makanan. Berat jenis harus ditetapkan 3 jam
setelah air susu diperah. Penetapan lebih awal akan menunjukkan hasil BJ yang
lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh :
·
perubahan kondisi lemak
·
Adanya gas yang timbul
didalam air susu
4.
Kekentalan air susu (viskositas)
Seperti BJ maka viskositas air susu lebih tinggi daripada air.
Viskositas air susu biasanya berkisar 1,5 – 2,0 cP. Pada suhu 20°C viskositas
whey 1,2 cP, viskositas susu skim 1,5 cP dan susu segar 2,0 cP. Bahan padat dan
lemak air susu mempengaruhi viskositas. Temperatur ikut juga menentukan
viskositas air susu. Sifat ini sangat menguntungkan dalam pembuatan mentega.
5. Titik
beku dan titik cair dari air susu :
Pada codex air susu dicantumkan bahwa titik beku air susu adalah
–0.5000 C. Akan tetapi untuk Indonesia telah berubah menjadi –0.5200 C. Titik
beku air adalah 00 C. Apabila terdapat pemalsuan air susu dengan penambahan
air, maka dengan mudah dapat dilakukan pengujian dengan uji penentuan titik
beku. Karena campuran air susu dengan air akan memperlihatkan titik beku yang
lebih besar dari air dan lebih kecil dari air susu. Titik didih air adalah
100°C dan air susu 100.16°C. Titik didih juga akan mengalami perubahan pada
pemalsuan air susu dengan air.
6. Daya cerna air susu
:
Air susu mengandung bahan/zat makanan yang
secara totalitas dapat dicerna, diserap dan dimanfaatkan tubuh dengan sempurna
atau 100%. Olehkarena itu air susu dinyatakan sangat baik sebagai bahan
makanan. Tidak ada lagi bahan makanan baik dari hewani terlebih-lebih nabati
yang sama daya cernanya denagn air susu.
Jumat, 19 Oktober 2012
TUGAS DAGING SUPER
TUGAS DAGING (*dengan peluh keringat<(˘̯˘")>)
PENGARUH TEMPERATUR
DINGIN TERHADAP pH DAN BERAT HILANG DAGING
1.1
Latar Belakang.
Daging
adalah jaringan otot ternak yang telah berubah secara biokimia setelah ternak
disembelih dan merupakan bagian ternak yang dapat dikonsumsi. Pada umumnya
daging mengandung sekitar 75% air, 18% protein, 3% lemak, 1,5% senyawa nitrogen
bukan protein serta vitamin dan mineral dalam jumlah sedikit.oleh karena itu
sebagai bahan makanan, daging mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi terutama
karena protein yang tersusun dari asam – asam amino yang lengkap. Kondisi
komponen gizi yang cukup tinggi ini berakibat daging mudah mengalami kerusakan
terutama oleh kerja mikroorganisme, walaupun tidak menutup kemungkinan terjadi
perubahan – perubahan lainnya pada daging seperti perubahan akibat pengaruh
fisiologi, fisik, atau kimiawi.
Pengolahan
daging bertujuan untuk menambah
keragaman pangan dan meningkatkan tambah dari daging, disamping itu juga untuk
memenuhi kebutuhan akan permintaan pasar terkait dengan perubahab pola hidup
masyarakat. Pengolahan daging juga bermanfaat bagi penggunaan berbagai bagian
karkas maupun hasil samping daging serta memanfaatkan bahan bahan bukan daging
untuk menghasilkan produk olahan dagingyang sesuai harapan. Sedangkan
pengawetan daging bertujuan untuk memperpanjang masa simpannya, memungkinkan
perluasan pemasaran termasuk transportasi dan distribusinya.
Pendingan
daging adalah proses yang sangat penting untuk higine, keamanan daging,
memperpanjang daya simpan, serta kenampakan dan kualitas daging setelah diolah
dan saat dimakan. Pendinginan dapat menrunkan suhu permukaan daging dan dapat
menyebabkan kekeringan pada permukaan daging lebih cepat, sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme.
1.2
Tujuan.
·
Mengetahui pengaruh
temperatur rendah tertentu terhadap mutu dan berat massa yang hilang pada
daging serta aspek lain yang terkandung.
1.3
Metode
Parameter
yang diukur dalam penelitian yaitu pH, daya ikat air, warna daging, dan
susutnya massa daging. Pemeriksaan dilakukan ketika pertama penimbangan,
didinginkan selama 1 hari, temperatur yang digunakan 4oC. Perlakuan
lainnya menggunakan temperatur yang sama tetapi pada 7 hari. Sedangkan untuk
mengambilan sampel pH dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan temperatur. Khusus
untuk susut bobot karkas diperoleh dari 3 macam pelayuan. Penghitungan
dilakukan sebagai berikut :
Bobt
karkas sebelum dilayukan (kg) dikurangi bobot karkas setelah dilayukan (kg)
dibagi bobot karkas sebelum dilayukan (kg) dikalikan 100 persen.
Tinjauan Pustaka.
Daging yang dipasarkan di luar negeri
pada umumnya telah mengalami pelayuan (aging) terlebih dahulu sehingga
diperoleh mutu terbaik. Pelayuan daging bertujuan antara lain (1) agar proses
pembentukan asam laktat dapat berlangsung sempurna, terjadi penurunan pH daging
sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri; (2) pengeluaran darah secara
lebih sempurna sehingga pertumbuhan bakteri terhambat, karena darah merupakan
medium yang baik bagi pertumbuhan mikroba; (3) lapisan luar daging menjadi
lebih kering, dan akan mencegah kontaminasi mikroba pembusuk; (4) memperoleh
daging yang memiliki tingkat keempukan optimum serta cita rasa yang khas (
Sunarlim.2000 )
Terdapat
empat faktor utama yang mempengaruhi kelembutan daging : lemak otot, pelayuan,
kandungan pada pada jaringan ikat dan marbling. Kekerasan atau kelembutan
adalah sesuatu yang sangat komplek. Dimana dibutuhkan pengetahuan betapa
pentingnya fenomena perimortal dimana terjadi pada sebelum karkas mencapai suhu
pendinginan. Perlakuan setelah sesaat postmortem akan mempengaruhi pH dan
temperatur yang ada pada daging, termasuk juga pada kelembutan daging. (
Hanulla.2004 )
Fenomena
“cold shortening” atau “cold induced toughening” telah dipelajar secara
intensif mulai tahun 1960-an. Dan pengetahuan tersebut yang sangat terkemuka pada
daging sapi dan domba, dan tidak terlalu banyak pada daing babi ataupun daging
hasil unggas. Penelian menyebutkan bahwa karkas sapi seharusnya tidak didinginkan
dibawah suhu 120C tidak lebih dari 15 jam, seperti pada saat sebelum
selesainya proses rigor mortis. Dan sedangkan saran lainnya, teperatur
seharusnya tidak dibawah 100C sebelum 10 jam. Sedangkan penelitian
lainnya mengemukakan bahwa teperatur 7oC adalah batas atas dalam
pendinginan daging. ( Hanulla.2004)
Susut
bobot karkas diperoleh dar penimbangan bobot separuh karkas bagian kanan
sebelum dan sesudah pelayuan. Bagian daging yang diuji mutunyaberasal dari
bagian lulur (longissimus dorsi),
kecuali pada pengukuran pH digunakan bagian paha domba.
Pembahasan.
Peningkatan
velositas udara dan atau penurunan suhu dimana keduanya dapat dikendalikan akan
juga menurunkan waktu pendinginan. Ukuran daging, bentuk karkas atau potongan
daging sangat
berpengaruh pada cara pengolahan daging dingin.
Perlakuan
pada suhu 4oC selama sehari menyebabkan pH lebih rendah secara nyata
dibandingkan dengan tanpa pelayuan. Tidak terdapat perbedaan warna daging oleh
perlakuan pendinginan suhu 4oC, demikian pula daya ikat air dan
susut masak. Daging segar akan mempunyai pH yang nyata lebih tinggi (6,37)
dibandingkan dengan pH daging layu
(5,3). Daya mengikat air dan penyusutan daging antara perlakuan tidak berbeda
nyata.
Rataan
susut bobot yang dilakukan dengan 4oC rataan 2,90%, pelayuan daging
pada suhu 4oC selama sehari menghaslkan pH 5,50. Sedangkan untuk penyusutan,
susut bobot berpengaruh terhadap nilai ekonomis daging yang dipasarkan. Susut
bobot pada suhu 4oC adalah sebesar 2,90%. Bla dibandingkan dengan keempukan
daging ternyata karkas daging yang dilayukan pada suhu 4oC sangat empuk.
Meskipun kehilangan susut bobot karkasnya terbanyak sehingga berkurang
bobotnya, namun sebanding dengan mutunya yang relatif tinggi ( empuk ).
Sedangkan
dari literatur lainnya menyebutkan bahwa, percobaan menggunakan suhu 5oC
untuk daging dan menggunakan suhu 7oC dan dikelilingi air
menghasilkan daging yang berkurang bobotnya 2% dan 1%.
Daya
ikat air.
Pengukuran daya ikat air (dma)
dilakukan dengan cara basah yang dimodifikasi dari BENDALL dan PEDERSON (1962).
Air yang tidak terserap daging diukur dengan tabung ukur.
Susut
masak.
Yang
dimaksud dengan susut masak ialah penyusutan daging yang telah dimasak dengan
mentah ( belum dimasak ).
Warna
daging.
Warna daging
diukur dengan menggunakan chromanometer tipe CR-200 milik PAU Pangan dan Gizi,
IPB. Chromanometer dikalibrasi terlebih dahulu sesuai dengan warna yang paling
mirip warna daging.
Keempukan.
Keempukan daging
diukr dengan menggunakan alat Warner Bratzler Shear. Pemotongan dlakukan tegak
lurusdan dihitung seberapa berat (kg) tekanan diperlakukan samapai daging dapat
terpotong.
Susut
bobot karkas
Khusus untuk
susut bobot karkas diperoleh dari 3 macam pelayuan.
Hasil yang
diperoleh perbedaan antara karkas domba berbeda jenis kelamin beserta
interaksinya dan perlakuan pelayuan tidak berbeda (P<0,05) terhadap nilai pH
daging, pada daging dengan pelayuan pada suhu kamar selama 12 jam (5,58) adalah
nyata lebih rendah dibandingkan dengan tanpa pelayuan (6,16).
Perlakuan
pelayuan pada suhu 4oC selama sehari menyebabkan pH lebih rendah 5,59 secara
nyata (P<0,05) dibandingkan dengan tanpa pelayuan 6,51. Daging yang telah
dilayukan pada suhu kamar selama 12 jam, pada suhu 4oC selama sehari dan
seminggu ternyata menurun pHnya. Penelitan Drummond (2008) menympulkan bahwa
penyimpanan daging sapi selama 48 jam pada suhu 2oC melaporkan bahwa pH daging dibungkus
selama 24jam pada suhu menyimpanan 0 sampai dengan 30oC dapat menurunkan pH
dari semula 6,84 menjadi 5,64. Penurunan pH juga terjadi selama pelayuan
(1oC-48 jam) dari sekitar 7,0 menjadi sekitar 6,0 (Xiaoguang.2012)
Penurunan pH ini
terjadi karena terhentinya aliran darah sehingga suplai oksegen juga terhendi
dan tidak tersedianya oksigen untuk menangkap ion hidrogen yang dibebaskan
dalam proses glikolisis dan siklus TCA ( tricarboxylic acid ). (Wang. 2000)
Kelebihan ion
hidrogen mengubah asam piruvat menjadi asam laktat sehingga akumulasinya
menyebabkan pH daging menurun. Menurut ( Muela. 2010)penurunan pH pada pelayuan
suhu rendah ada kaitannya dengan turunya ATP dan glikogen.
DAFTAR PUSTAKA
SUNARLIM,ROSWITA
dan HADI SETIYANTO. 2000. PELAYUAN PADA
SUHU KAMAR DAN SUHU DINGIN TERHADAP MUTU DAGING DAN SUSUT BOBOT KARKAS DOMBA. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6(1):51-58.
Drummond,Liana,
Da-Wen Sun. 2008. Temperature evolution and mass losses during immersion vacuum
cooling of cooked beef joints – A finite difference model. Meat Science 8;
885–891
Hannula,Tapio,
Eero Puolanne.2004. The effect of cooling rate on beef tenderness: The
significance of pH at 7 oC. Meat Science 67; 403–408
wang,
Lijun, Da wen Sun. 2000. Modelling three conventional cooling processes of
cooked meat by finite element method. Internasional Journal of Refrigerator 25;
100-110.
Muela,E.
a, C. Sañudo a, M.M. Campo a, I. Medel b, J.A. Beltrán.2010. Effects of cooling
temperature and hot carcass weight on the quality of lamb. Meat Science 84
(2010) 101–107
Xiaoguang
Dong, Hui Chen, Yi Liu, Ruitong Dai, Xingmin Li.2012. Feasibility assessment of
vacuum cooling followed by immersion vacuum cooling on
water-cooked
pork. Meat Science 90 (2012)
199–203
Langganan:
Postingan (Atom)