TUGAS DAGING (*dengan peluh keringat<(˘̯˘")>)
PENGARUH TEMPERATUR
DINGIN TERHADAP pH DAN BERAT HILANG DAGING
1.1
Latar Belakang.
Daging
adalah jaringan otot ternak yang telah berubah secara biokimia setelah ternak
disembelih dan merupakan bagian ternak yang dapat dikonsumsi. Pada umumnya
daging mengandung sekitar 75% air, 18% protein, 3% lemak, 1,5% senyawa nitrogen
bukan protein serta vitamin dan mineral dalam jumlah sedikit.oleh karena itu
sebagai bahan makanan, daging mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi terutama
karena protein yang tersusun dari asam – asam amino yang lengkap. Kondisi
komponen gizi yang cukup tinggi ini berakibat daging mudah mengalami kerusakan
terutama oleh kerja mikroorganisme, walaupun tidak menutup kemungkinan terjadi
perubahan – perubahan lainnya pada daging seperti perubahan akibat pengaruh
fisiologi, fisik, atau kimiawi.
Pengolahan
daging bertujuan untuk menambah
keragaman pangan dan meningkatkan tambah dari daging, disamping itu juga untuk
memenuhi kebutuhan akan permintaan pasar terkait dengan perubahab pola hidup
masyarakat. Pengolahan daging juga bermanfaat bagi penggunaan berbagai bagian
karkas maupun hasil samping daging serta memanfaatkan bahan bahan bukan daging
untuk menghasilkan produk olahan dagingyang sesuai harapan. Sedangkan
pengawetan daging bertujuan untuk memperpanjang masa simpannya, memungkinkan
perluasan pemasaran termasuk transportasi dan distribusinya.
Pendingan
daging adalah proses yang sangat penting untuk higine, keamanan daging,
memperpanjang daya simpan, serta kenampakan dan kualitas daging setelah diolah
dan saat dimakan. Pendinginan dapat menrunkan suhu permukaan daging dan dapat
menyebabkan kekeringan pada permukaan daging lebih cepat, sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme.
1.2
Tujuan.
·
Mengetahui pengaruh
temperatur rendah tertentu terhadap mutu dan berat massa yang hilang pada
daging serta aspek lain yang terkandung.
1.3
Metode
Parameter
yang diukur dalam penelitian yaitu pH, daya ikat air, warna daging, dan
susutnya massa daging. Pemeriksaan dilakukan ketika pertama penimbangan,
didinginkan selama 1 hari, temperatur yang digunakan 4oC. Perlakuan
lainnya menggunakan temperatur yang sama tetapi pada 7 hari. Sedangkan untuk
mengambilan sampel pH dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan temperatur. Khusus
untuk susut bobot karkas diperoleh dari 3 macam pelayuan. Penghitungan
dilakukan sebagai berikut :
Bobt
karkas sebelum dilayukan (kg) dikurangi bobot karkas setelah dilayukan (kg)
dibagi bobot karkas sebelum dilayukan (kg) dikalikan 100 persen.
Tinjauan Pustaka.
Daging yang dipasarkan di luar negeri
pada umumnya telah mengalami pelayuan (aging) terlebih dahulu sehingga
diperoleh mutu terbaik. Pelayuan daging bertujuan antara lain (1) agar proses
pembentukan asam laktat dapat berlangsung sempurna, terjadi penurunan pH daging
sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri; (2) pengeluaran darah secara
lebih sempurna sehingga pertumbuhan bakteri terhambat, karena darah merupakan
medium yang baik bagi pertumbuhan mikroba; (3) lapisan luar daging menjadi
lebih kering, dan akan mencegah kontaminasi mikroba pembusuk; (4) memperoleh
daging yang memiliki tingkat keempukan optimum serta cita rasa yang khas (
Sunarlim.2000 )
Terdapat
empat faktor utama yang mempengaruhi kelembutan daging : lemak otot, pelayuan,
kandungan pada pada jaringan ikat dan marbling. Kekerasan atau kelembutan
adalah sesuatu yang sangat komplek. Dimana dibutuhkan pengetahuan betapa
pentingnya fenomena perimortal dimana terjadi pada sebelum karkas mencapai suhu
pendinginan. Perlakuan setelah sesaat postmortem akan mempengaruhi pH dan
temperatur yang ada pada daging, termasuk juga pada kelembutan daging. (
Hanulla.2004 )
Fenomena
“cold shortening” atau “cold induced toughening” telah dipelajar secara
intensif mulai tahun 1960-an. Dan pengetahuan tersebut yang sangat terkemuka pada
daging sapi dan domba, dan tidak terlalu banyak pada daing babi ataupun daging
hasil unggas. Penelian menyebutkan bahwa karkas sapi seharusnya tidak didinginkan
dibawah suhu 120C tidak lebih dari 15 jam, seperti pada saat sebelum
selesainya proses rigor mortis. Dan sedangkan saran lainnya, teperatur
seharusnya tidak dibawah 100C sebelum 10 jam. Sedangkan penelitian
lainnya mengemukakan bahwa teperatur 7oC adalah batas atas dalam
pendinginan daging. ( Hanulla.2004)
Susut
bobot karkas diperoleh dar penimbangan bobot separuh karkas bagian kanan
sebelum dan sesudah pelayuan. Bagian daging yang diuji mutunyaberasal dari
bagian lulur (longissimus dorsi),
kecuali pada pengukuran pH digunakan bagian paha domba.
Pembahasan.
Peningkatan
velositas udara dan atau penurunan suhu dimana keduanya dapat dikendalikan akan
juga menurunkan waktu pendinginan. Ukuran daging, bentuk karkas atau potongan
daging sangat
berpengaruh pada cara pengolahan daging dingin.
Perlakuan
pada suhu 4oC selama sehari menyebabkan pH lebih rendah secara nyata
dibandingkan dengan tanpa pelayuan. Tidak terdapat perbedaan warna daging oleh
perlakuan pendinginan suhu 4oC, demikian pula daya ikat air dan
susut masak. Daging segar akan mempunyai pH yang nyata lebih tinggi (6,37)
dibandingkan dengan pH daging layu
(5,3). Daya mengikat air dan penyusutan daging antara perlakuan tidak berbeda
nyata.
Rataan
susut bobot yang dilakukan dengan 4oC rataan 2,90%, pelayuan daging
pada suhu 4oC selama sehari menghaslkan pH 5,50. Sedangkan untuk penyusutan,
susut bobot berpengaruh terhadap nilai ekonomis daging yang dipasarkan. Susut
bobot pada suhu 4oC adalah sebesar 2,90%. Bla dibandingkan dengan keempukan
daging ternyata karkas daging yang dilayukan pada suhu 4oC sangat empuk.
Meskipun kehilangan susut bobot karkasnya terbanyak sehingga berkurang
bobotnya, namun sebanding dengan mutunya yang relatif tinggi ( empuk ).
Sedangkan
dari literatur lainnya menyebutkan bahwa, percobaan menggunakan suhu 5oC
untuk daging dan menggunakan suhu 7oC dan dikelilingi air
menghasilkan daging yang berkurang bobotnya 2% dan 1%.
Daya
ikat air.
Pengukuran daya ikat air (dma)
dilakukan dengan cara basah yang dimodifikasi dari BENDALL dan PEDERSON (1962).
Air yang tidak terserap daging diukur dengan tabung ukur.
Susut
masak.
Yang
dimaksud dengan susut masak ialah penyusutan daging yang telah dimasak dengan
mentah ( belum dimasak ).
Warna
daging.
Warna daging
diukur dengan menggunakan chromanometer tipe CR-200 milik PAU Pangan dan Gizi,
IPB. Chromanometer dikalibrasi terlebih dahulu sesuai dengan warna yang paling
mirip warna daging.
Keempukan.
Keempukan daging
diukr dengan menggunakan alat Warner Bratzler Shear. Pemotongan dlakukan tegak
lurusdan dihitung seberapa berat (kg) tekanan diperlakukan samapai daging dapat
terpotong.
Susut
bobot karkas
Khusus untuk
susut bobot karkas diperoleh dari 3 macam pelayuan.
Hasil yang
diperoleh perbedaan antara karkas domba berbeda jenis kelamin beserta
interaksinya dan perlakuan pelayuan tidak berbeda (P<0,05) terhadap nilai pH
daging, pada daging dengan pelayuan pada suhu kamar selama 12 jam (5,58) adalah
nyata lebih rendah dibandingkan dengan tanpa pelayuan (6,16).
Perlakuan
pelayuan pada suhu 4oC selama sehari menyebabkan pH lebih rendah 5,59 secara
nyata (P<0,05) dibandingkan dengan tanpa pelayuan 6,51. Daging yang telah
dilayukan pada suhu kamar selama 12 jam, pada suhu 4oC selama sehari dan
seminggu ternyata menurun pHnya. Penelitan Drummond (2008) menympulkan bahwa
penyimpanan daging sapi selama 48 jam pada suhu 2oC melaporkan bahwa pH daging dibungkus
selama 24jam pada suhu menyimpanan 0 sampai dengan 30oC dapat menurunkan pH
dari semula 6,84 menjadi 5,64. Penurunan pH juga terjadi selama pelayuan
(1oC-48 jam) dari sekitar 7,0 menjadi sekitar 6,0 (Xiaoguang.2012)
Penurunan pH ini
terjadi karena terhentinya aliran darah sehingga suplai oksegen juga terhendi
dan tidak tersedianya oksigen untuk menangkap ion hidrogen yang dibebaskan
dalam proses glikolisis dan siklus TCA ( tricarboxylic acid ). (Wang. 2000)
Kelebihan ion
hidrogen mengubah asam piruvat menjadi asam laktat sehingga akumulasinya
menyebabkan pH daging menurun. Menurut ( Muela. 2010)penurunan pH pada pelayuan
suhu rendah ada kaitannya dengan turunya ATP dan glikogen.
DAFTAR PUSTAKA
SUNARLIM,ROSWITA
dan HADI SETIYANTO. 2000. PELAYUAN PADA
SUHU KAMAR DAN SUHU DINGIN TERHADAP MUTU DAGING DAN SUSUT BOBOT KARKAS DOMBA. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6(1):51-58.
Drummond,Liana,
Da-Wen Sun. 2008. Temperature evolution and mass losses during immersion vacuum
cooling of cooked beef joints – A finite difference model. Meat Science 8;
885–891
Hannula,Tapio,
Eero Puolanne.2004. The effect of cooling rate on beef tenderness: The
significance of pH at 7 oC. Meat Science 67; 403–408
wang,
Lijun, Da wen Sun. 2000. Modelling three conventional cooling processes of
cooked meat by finite element method. Internasional Journal of Refrigerator 25;
100-110.
Muela,E.
a, C. Sañudo a, M.M. Campo a, I. Medel b, J.A. Beltrán.2010. Effects of cooling
temperature and hot carcass weight on the quality of lamb. Meat Science 84
(2010) 101–107
Xiaoguang
Dong, Hui Chen, Yi Liu, Ruitong Dai, Xingmin Li.2012. Feasibility assessment of
vacuum cooling followed by immersion vacuum cooling on
water-cooked
pork. Meat Science 90 (2012)
199–203